NABIRE – Rugi, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nabire tidak optimal memanfaatkan bantuan sosial (Bansos) yang dikucurkan pemerintah pusat kepada keluarga tak mampu di daerah ini.
Padahal, lewat Bansos, sebagian besar keluarga tak mampu di daerah ini diberdayakan pemerintah pusat sehingga mengurangi beban biaya daerah.
Bantuan sosial yang dikucurkan bagi keluarga tak mampu di daerah ini seperti bantuan jaminan kesehatan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Bidang Kesehatan untuk membantu keluarga tak mampu di dalam biaya pemeliharaan dan pemulihan kesehatan, Program Keluarga Harapan (PKH) untuk keluarga miskin (tak mampu), bantuan pangan dan bantuan pendidikan bagi anak-anak dari keluarga tak mampu melalui Indonesia Pintar.
Kerugian besar bagi keluarga tak mampu dan pemerintah di daerah ini karena sebagian, lebih dari separuh warga Kabupaten Nabire yang dikategorikan sebagai keluarga tak mampu oleh Kementerian Sosial (Kemensos) tidak dapat menerima empat jenis Bansos tersebut.
Hal itu terjadi karena, hingga saat ini Dinas Sosial sebagai instansi pelaksana di lapangan tidak bisa memvalidasi data keluarga miskin sebagai penerima BPJS Kes, PKH, Bantuan Pangan dan Indonesia Pintar akibat tidak ada dana untuk validasi data keluarga miskin di daerah ini.
Usulan dana untuk validasi data keluarga miskin (tak mampu) yang diajukan kepada pemerintah juga dicoret terus.
Sekretaris Dinas Sosial Kabupaten Nabire, Zakues Petege didampingi Kepala Dinas Sosial, Ishak di ruang kerjanya, Jumat (13/11) mengungkapkan, pemerintah pusat melalui Kemensos RI, Nabire mendapat kuota 52.000 orang sebagai peserta BPJS Kes yang dibiayai pemerintah pusat.
Tetapi, terpakai cuma 9.000 lebih.
Demikian juga PKH, kuotanya 14.258 orang tetapi yang terpakai hanya 2.000 lebih, program bantuan pangan sebesar 14.258 tetapi terpakai cuma 2.000 lebih dan Kemensos mengalokasikan peserta Indonesia Pintar (bantuan pendidikan bagi anak-anak sekolah dari keluarga tak mampu) di Kabupaten Nabire sebanyak 37.000 tetapi yang terpakai hanya 7.300 orang.
Sekretaris Dinsos, Zakeus mengatakan akibat tidak diakomodirnya dana validasi data keluarga miskin di daerah ini oleh pemerintah, alokasi Bansos yang ditetapkan pemerintah pusat, realisasinya di Nabire jumlahnya kurang dari separuh.
Bahkan, sebagian bantuan yang diterima pun tidak tepat sasaran, sebagian jatuh di keluarga mampu, sementara keluarga miskin tetap menjerit dengan ketidakmampuannya.
Karena, data keluarga miskin berdasarkan data sensus penduduk 2010 lalu sehingga data keluarga miskin yang tercatat pada saat itu berubah jadi keluarga mampu karena perubahan statusnya dan ada juga keluarga yang terdata sebagai keluarga mampu saat sensus lalu kini bisa dikategorikan sebagai keluarga miskin.
Oleh karena, setiap tahun perlu dilakukan validasi data keluarga supaya bansos yang diperuntukan kepada keluarga tak mampu ini tepat sasaran.
Ishak dan Zakues menambahkan, tidak ada dana untuk validasi data karena validasi data diserahkan sepenuhnya kepada daerah.
Apalagi, Permendagri nomor 20 tahun 2020 tentang Nomenklatur Kodenisasi Perencanaan, Program dan Kegiatan, penanggulangan kemiskinan semuanya ditarik ke pusat, daerah cuma diberikan untuk verifikasi data keluarga fakir miskin.
Oleh sebab itu, dengan adanya Permendagri ini, biaya untuk verifikasi dan validasi data keluarga miskin sepenuhnya diserahkan ke daerah, pemerintah hanya menyediakan dana dan kuota penerima di setiap daerah (termasuk Kabupaten Nabire).
Tim Perumus Legislatif dan Eksekutif dalam Sidang Paripurna Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Nabire tahun anggaran 2019 lalu merumuskan dana validasi data keluarga miskin di daerah ini menjadi perhatian bersama.
Ketika ditanya, berapa dana yang dibutuhkan untuk validasi data keluarga miskin di daerah ini, Sekretaris Dinsos, Zakeus Petege mengatakan membutuhkan dana Rp1,5 miliar setiap tahun anggaran.
Karena, validasi dilakukan setiap tahun sebab ada saja perubahan status setiap keluarga tahun.(ans)